Justice Muhammad Taqi Usmani
Pendahuluan
Al-qur'an
telah memutuskan sendiri apa itu ketidakadilan yang terjadi dalam sebuah
transaksi pinjaman, dan Al-qur'an tidak perlu bahwa setiap orang mengetahui
seluruh unsur ketidakadilan dalam sebuah transaksi riba, sebelumnya konsekuensi
kejahatan dari bunga (interest) tidak pernah begitu jelas pada masa lalu
daripada sekarang. Ketidakadilan dalam pinjaman konsumsi pribadi seolah-olah
hanya terlihat pada sisi debitor saja (orang yang berhutang), padahal secara
keseluruhan ketidakadilan telah dibawa oleh pengaruh bunga modern ekonomi.
Pembahasan ini tidak akan menjelaskan lebih rinci dari pelarangan riba karena
membutuhkan pembahasan terpisah, tetapi kita akan berkonsentrasi pada tiga
aspek dari isu-isu dibawah ini:
i.
Pelarangan logis interest dari dasar teoritis
ii.
Pengaruh-pengaruh buruk interest pada produksi
iii.
Pengaruh-pengaruh buruk interest pada distribusi
Dalam dasar
teori yang sebenarnya, dua isu dasar akan difokuskan pada; pertama, sifat dari
uang dan kedua sifat dari transaksi pinjaman.
Sifat Uang
Salah satu yang salah dalam mengasumsikan seluruh
teori interest adalah uang didasarkan pada anggapan sebagai komoditas.
Kiranya asumsi ini dapat diperlihatkan dengan memisalkan seorang pedagang
menjual komoditasnya dengan harga yang lebih tinggi daripada biayanya, atau dia
juga dapat menjual uangnya dengan harga yang lebih tinggi daripada harga yang
dicantumkan pada saat itu, atau dia dapat menyewakan kekayaan dan mendapatkan
uang sewa, dia juga dapat meminjamkan uangnya dan mendapatkan bunga atasnya.
Akan tetapi prinsip Islam tidak mengambil asumsi-asumsi ini. Uang dan komoditas
mempunyai perbedaan karakteristik dan oleh karenanya harus dianggap berbeda.
Perbedaan tersebut terletak pada:
(a) Sisi
utility instrinsik
Uang tidak
mempunyai utility instrinsik. Karenanya uang tidak dapat dimanfaatkan
dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia secara langsung. Uang hanya dapat
digunakan untuk memperoleh beberapa barang-barang dan jasa. Disisi lain,
komoditas mempunyai utility instrinsik dan dapat digunakan secara
langsung tanpa mempertukarkannya dengan barang lain.
(b) Sisi
kualitas
Komoditas-komoditas
dapat dibedakan kualitasnya, sementara uang tidak mempunyai kualitas kecuali
uang sebagai ukuran nilai (measure of value) atau alat pertukaran (medium
of exchange). Oleh sebab itu, seluruh unit-unit uang dari denominasi (yang
dikuasai) yang sama, adalah seratus persen sama dengan yang lainnya. Uang
kertas yang lama dan kotor dari uang Rp. 1000/- memiliki nilai yang sama dengan
uang kertas baru dari Rp.1000/-. Sementara komoditas lama dan komoditas baru
meskipun dengan jenis sama tentu mempunyai perbedaan kualitas.
(c) Sisi
identifikasi
Dalam komoditas,
transaksi dan jual beli dipengaruhi dalam pengidentifikasian komoditas yang
jelas. Jika A telah membeli sebuah mobil yang ditunjukinya dan penjual telah
setuju, dia berhak mendapatkan mobil. Penjual tidak dapat mendorongnya untuk
mengambil pengiriman mobil lain, meskipun kuantitas atau tipenya sama. Sebaliknya
uang tidak dapat menunjukan sesuatu dengan tepat dalam sebuah transaksi
pertukaran. Jika A telah membeli komoditas dari B dengan harga Rp. 1000/- dia
dapat langsung membayarnya dengan catatan denomisasi lainnya sama.
Berdasarkan
perbedaan dasar ini, syari'ah Islam telah menganggap uang berbeda dari
komoditas, khususnya dalam dua hal: pertama, uang tidak dimiliki untuk
dijadikan subjek perdagangan seperti komoditas lainnya. Penggunaannya telah
dibatasi terhadap tujuan dasar seperti uang berlaku sebagai medium of
exchange dan measure of value. Kedua, untuk alasan-alasan
pengecualian, uang harus ditukarkan dengan uang atau dipinjamkan, maka
pembayaran dari dua sisi, baik dari sisi peminjam ataupun sisi pemberi
pinjaman, harus sama agar uang tidak digunakan untuk tujuan perdagangan.
Pandangan Imam Al-Ghazali terhadap Sifat Uang
Imam Al-Ghazali (wafat 505 H), fuqaha terkenal dan
seorang philosophi sejarah Islam telah mendiskusikan sifat uang pada awal
periode ketika teori-teori uang dari Barat belum bermunculan sama sekali.
Beliau berujar:
“Penciftaan dinar dan dirham
(uang) adalah rahmat dari Allah swt. Dinar dan dirham adalah batu-batu yang
tidak mempunyai usufruct intrinsic atau utility, tetapi seluruh manusia
membutuhkannya karena setiap pribadi membutuhkan sejumlah besar komoditas bagi
makannya, pakaian dan lain sebagainya dan sering dia tidak mempunyai apa yang
dibutuhkan dan mempunyai apa yang dia tidak butuhkan . . . oleh karena itu,
pertukaran transaksi tak dapat dielakkan. Tetapi harus ada sebuah ukuran
(measure) dengan dasar harga dapat ditentukan, karena pertukaran komoditas
tidak ada jenis yang sama, tidak pula ukurannya sama, yang mana yang dapat
menentukan berapa banyak kuantitas dari satu komoditas adalah hanya harga.”
Oleh
karena itu, seluruh komoditas ini perlu mediator untuk menilai sebuah nilai
pasti suatu komoditas, dan karena itu Allah yang Maha Kuasa telah menciftakan
dirham (uang) sebagai hakim dan mediator antara seluruh komoditas agar semua
kekayaan diukur oleh uang tadi . . . dan uang menjadi measure of the value seluruh
komoditas yang didasarkan pada kenyataan bahwa uang bukan sebuah objek didalam
dirinya sendiri. Apakah uang menjadi sebuah objek pada dirinya sendiri,
seseorang dapat mempunyai tujuan spesifik untuk menyimpannya, yang mungkin
telah memberinya lebih penting sesuai perhatiannya, sementara orang lain
mungkin tidak mempunyai tujuan untuk itu sehingga tidak uang mempunyai arti
yang penting. Jadi seluruh sistem akan bisa terganggu. Itulah mengapa Allah
menciftakan uang, agar uang dapat disirkulasikan diantara tangan-tangan manusia
dan bertindak sebagai hakim yang adil antar komoditas yang berbeda ini dan
bekerja sebagai perantara untuk memenuhi hal-hal yang lain.
Jadi,
seseorang yang memiliki uang adalah seperti ia memiliki setiap hal/sesuatu,
tidak seperti seseorang yang mempunyai pakaian, karena dia hanya memiliki
pakaian, oleh karena itu, jika dia butuh makanan, pemilik makanan mungkin tidak
tertarik untuk menukarkan makanannya pada pakaian karena dia mungkin
membutuhkan binatang, misalnya. Oleh sebab itu, ada sesuatu yang dibutuhkan
yang didalamnya tampak tidak ada kebutuhan, tetapi dalam esensi adalah
segalanya. Sesuatu yang tidak mempunyai bentuk khusus mungkin mempunyai bentuk
yang berbeda ketika dihubungkan pada yang lain seperti sebuah kaca (mirror),
yang tidak mempunyai warna, tetapi kaca dapat merefleksikan setiap warna. Hal
yang sama terdapat pada uang. Uang tidak mempunyai objek didalam dirinya
sendiri, tetapi ia sebuah instrumen yang menunjukan kepada semua objek. Dengan
demikian seseorang yang menggunakan uang dalam sebuah cara yang
terbalik/bertentangan dari tujuannya, termasuk uang dijadikan sebagai
komoditas, terhadap tujuan dasar dari uang, maka hal ini berarti mengingkari
rahmat Allah swt.
Konsekuensinya,
siapapun yang menimbun uang berarti ia sedang melakukan ketidakadilan terhadap
uang dan ia sedang menyingkirkan tujuan uang sebenarnya. Dia menyukai orang
yang menahan uang dalam penjara (kanzul maal). Dan kepada siapapun
pengaruh transaksi interest pada uang, faktanya, adalah membuang rahmat
Allah swt dan berkomitmen pada ketidakadilan, karena uang diciftakan untuk
hal-hal yang lainnya, bukan untuk dirinya sendiri. Jadi seseorang yang telah
memulai perdagangan uang telah membuat objek yang bertentangan terhadap
kebijaksanaan murni disamping penciftaannya, karena ketidakadilan menggunakan
uang untuk tujuan lain . . . jika uang dibolehkan sebagai objek perdagangan,
uang akan menjadi tujuan yang paling mewah/utama darinya dan akan tetap menahan
seperti halnya penimbunan uang. Dan pemenjaraan sebuah aturan atau pembatasan
seorang tukang post untuk mengantarkan pesan-pesannya tidak ada, tetapi yang
ada ketidakadilan.”
Penjelasan
Imam Al-Ghazali ini tentang sifat uang sekitar 900 tahun yang lalu telah diakui
dan diterima oleh para ekonom yang datang berabad-abad setelahnya. Bahwa uang
hanya sebagai medium of exchange dan
measure of value yang secara universal diterima oleh para
ekonom diseluruh dunia, tetapi sayangnya sejumlah besar para ekonom ini telah
gagal untuk mengakui akibat logis dari konsep ini, padahal hal ini dengan jelas
telah dielaborasi oleh Imam Al-Ghazali: bahwa uang seharusnya tidak dianggap
sebagai komoditas yang berarti diperdagangkan. Setelah memegang paradigma uang
sebagai komoditas, para ekonom modern telah mencelupkan kedalam sebuah dilema
yang tidak pernah dipecahkan secara memuaskan.
Komoditas
dimana dapat diklasifikasikan menjadi:
komoditas urutan pertama yang biasanya disebut sebagai barang-barang
konsumsi (consumption goods) dan komoditas pada urutan yang lebih tinggi
yang disebut barang-barang produktif (productive goods). Karena uang
tidak mempunyai utility instrinsik, uang tidak dapat dimasukan kepada kedalam ‘consumption
goods’ akan tetapi yang terjadi para ekonom tidak mempunyai pilihan lain -
-untuk memasukan uang kedalam consumption goods--tetapi menempatkan ini (uang)
dibawah kategori ‘production goods’, padahal pandangan ini sulit untuk
dibuktikan dengan keras oleh suara argumen-arguen yang logis bahwa uang adalah
sebuah ‘production goods’. Ludwig Yon Mises, ekonom masyhur pada abad
sekarang telah menghubungkan subjek ini dengan detail.
Ludwig
mengatakan: “tentu, jika kita menganggap dua kali lipat bagian barang-barang
ekonomi sebagai exhaustive (pelengkap), kita akan harus meletakan content
dengan menempatkan uang dalam satu group atau yang lainnya. Inilah yang
telah menjadi posisi banyak ekonom, dan sejak itu telah muncul semua hal yang
tak mungkin (impossible) untuk menyebutkan
uang sebagai consumption goods, tidak ada alternative kecuali
menyebutnya production goods . . . .ini jelas bahwa mayoritas ekonom
memperhitungkan uang sebagai production goods. Namun demikian,
argumen-argumen yang dikemukakan tidak kuat (invalid); bukti dari sebuah teori
berada dalam alasan-alasannya bukan pada pendukungannya; dan dengan semua
respek terhadap ‘master’ (pakar ekonomi), harus dikatakan bahwa mereka
telah tidak memperbaiki posisi mereka sepenuhnya dalam masalah ini.”
Kemudian,
Ludwig menyimpulkan: “berkaitan dari pandangan tersebut, barang-barang (goods)
yang diperlakukan sebagai uang oleh Adam Smith apa yang disebut, “dead stock,
which. . . tidak menghasilkan apapun.”.
Kemudian Ludwig telah berekspresi akan kecenderungannya terhadap teori Keynes bahwa
uang bukan sebagai consumption goods dan bukan pula production goods,
Ia hanya sebagai media of exchange.
Akibat logis dari penemuan ini bahwa uang seharusnya
tidak ditempatkan sebagai sebuah instrumen yang memberikan lahirnya uang
kembali, tidak juga seharusnya uang ditempatkan sebagai komoditas yang dapat
diperdagangkan. Ketika uang ditukarkan kepada uang lain pada denimonasi sama,
karena sekali lagi diterima bahwa uang bukan consumption goods bukan
pula production goods, dan itu hanya medium of exchange, maka
tidak ada ruang untuk membuat uang itu sendiri sebagai objek perdagangan profitable.
Tetapi mungkin karena dominasi yang besar sekali dari sistem moneter
berdasarkan bunga, banyak para ekonom yang tidak bisa memproses lebih jauh
pandangan ini.
Disisi
lain, Imam Al- Ghazali telah menempatkan konsep medium of exchange pada
akhir logikanya. Dia telah menyimpulkan ketika uang dipertukarkan dengan uang
pada denominasi yang sama, hal itu seharusnya tidak dibuat atau dianggap
sebagai sebuah instrumen yang merupakan profit dari perdagangan itu sendiri.
Pendekatan
Imam Al-Ghazali ini, di back up secara penuh, perintah yang jelas dari
Al-qur'an dan as-sunnah, yang tidak pernah diterima menjadi sebuah
kebenaran oleh beberapa sarjana
realistis, bahkan dalam masyarakat yang didominasi oleh interest. Banyak
dari mereka setelah menghadapi beberapa konsekuensi dari sistem keuangannya
berdasarkan pada perdagangan uang yang diakui telah menyebabkan ekonomi dalam
keadaan buruk, inter alia, ini menunjukan fakta bahwa fungsi uang tidak
dibatasi hanya pada fungsi utamanya
sebagai medium of exchange.
Selama
depresi yang sangat besar pada tahun 1930-an, “Economic Crisis Committee”
telah dibentuk oleh Southampton Chamber of Commerce pada Januari 1933.
Komite ini terdiri dari sepuluh anggota yang dikepalai oleh Dennis Mundy. Dalam
laporannya komite itu telah mendiskusikan penyabab utama (the root couse)
dari depresi yang mendatangkan bencana dalam perdagangan nasional dan
internasional, telah menyarankan ukuran-ukuran yang berbeda dalam menyelesaikan
masalah itu. Setelah mendiskusikan perangkap sistem keuangan yang ada, salah
satu rekomendasi komite adalah bahwa “in order to ensure that money perform
its true function of operating as a means of exchange and distribution, it is
desirable that it should be traded as a commodity.”
Sifat uang ini yang seharusnya telah diapresiasikan
sebagai prinsip fundamental dari sistem keuangan telah diabaikan oleh beberapa
negara, tetapi sekarang para ekonom telah mengakui hal ini. Prof. Jhon Gray,
dari universitas Oxford telah berkomentar sebagai berikut: “paling signifikan,
mungkin transaksi pada pasar uang internasional sekarang telah mencapai $1.2
triliun perhari, lebih dari 5 kali tingkat perdagangan dunia. Sekitar 95% dari
transaksi ini adalah bersifat spekulasi, banyaknya instrumen keuangan derivatif
baru berdasarkan future options. Menurut Michael Albert, volume harian
dari transaksi pasar uang internasional memegang $900 milyar sama dengan GDP tahunan Perancis
dan sekitar $200 juta lebih berasal dari total reserve mata uang asing (foreign
currency reserve) dari bank sentral dunia. Ekonomi keuangan virtual ini
mempunyai sebuah potensi buruk untuk menggangu pokok ekonomi real seperti collapse
yang terjadi tahun 1995 di Barings, Bank tertua di Inggris.
Ukuran
dari derivatif yang disebutkan oleh Jhon Gray dengan cara transaksi harian
mereka. Ukuran dari harga total, bagaimanapun, lebih besar. Disebutkan oleh
Richad Thomson dalam “Apocalypse Roulette” sebagai berikut: “derivatif keuangan
telah tumbuh, kurang lebih telah dimulai pada awal 1970-an sampai $64 juta
industri pada tahun 1996. How do you imagine a number that big? Anda
akan mengatakan jika anda menempatkan semua dollar bills end to end,
mereka akan merentangkan dari sini sampai matahari 66 kali atau sampai ke bulan
25900 kali.”
James
Robertson mengamati dalam bukunya, “Transforming economic life” dalam
kata-kataya: “ uang dan sistem keuangan hari ini tidak fair, secara ekologi
destruktif dan secara ekonomi inefficient, tidak boleh tidak uang harus
berkembang yang berasal dari produksi dan juga konsumsi kepada tingkat yang
lebih besar dari yang diperlukan. Hal ini tidak sebenarnya menyatakan bahwa
ekonomi berusaha terhadap uang menghasilkan uang, dan menentang persedian jasa
dan barang secara riel. Pandangan ini juga menghasilkan pengalihan usaha dunia
luas secara besar-besaran dari penyedian useful goods and services,
kedalam uang menghasilkan uang (money out of money). Kurang lebih 95%
dari milyaran dollar ditransfer perhari disekitar dunia murni bagi transaksi
keuangan, tidak menyukai pada transaksi dalam ekonomi real.”
Inilah
secara tepat apa yang telah Imam Al-Ghazali jelaskan dalam 900 tahun yang lalu.
Hasil kejahatan dari sebuah perdagangan yang tak alami (unnatural trade)
lebih jauh dijelaskan olehnya sebagai berikut: “Riba (interest) dilarang
karena riba mencegah orang dari mengambil aktivitas ekonomi real. Ini karena
ketika kita punya uang lalu diizinkan menghasilkan lebih uang dalam basis
interest, baik transaksi spot maupun tangguh (deferred), itu menjadi mudah
untuknya menghasilkan tanpa sesuatu yang menyusahkan dirinya sendiri untuk
mengambil usaha-usaha dalam aktivitas ekonomi real. Ini akan membawanya kepada
rintangan kepentingan real dari kemanusian, karena kepentingan kemanusian tidak
dapat diselamatkan tanpa skill berdagang, industri dan konstruksi secara
nyata.”
Rupanya
Imam Al-Ghazali, dalam awal-awal masanya, telah menjelaskan fenomena
faktor-faktor moneter yang terdapat dalam produksi, penciptaan sebuah gap yang
luas antara supply of money dan supply of real goods yang telah
muncul dikemudian hari sebagai penyebab utama inflasi, hampir sama “terrible
potential” perdagangan dalam uang seperti yang telah diutarakan Jhon Gray
dan James Robertson. Kita akan menguji aspek ini kemudian, tetapi yang terpenting
adalah fakta bahwa uang menjadi sebuah medium of exchange dan sebuah measure
of value tidak dapat diambil sebagai “production goods” yang menghasilkan
profit dengan basis harian, sebagaimana diasumsikan oleh teori bunga. Ini
adalah sebagai mediator dan seharusnya ditempatkan untuk bermain dalam peran
eksklusif ini.
Sifat Pinjaman
Perbedaan
utama lainnya antara sistem kapitalis sekuler dan prinsip-prinsip Islam adalah
dibawah sistem pembentuknya (the former system), pinjaman (loan) secara murni
adalah transaksi komersial yang bermaksud untuk menghasilkan pendapatan tetap
(fixed income) kepada pemberi pinjaman (lender). Disisi lain, Islam tidak
mengakui pinjaman (loan) sebagai transaksi yang mendapatkan income. Berarti
loan hanya untuk orang yang meminjamkan (lender) yang tidak bermaksud
menghasilkan (uang tambahan) keseluruhan melalui pinjaman. Seharusnya lender meminjamkan uangnya lahir dari latar belakang
kemanusian agar mencapai sebuah reward di Akhirat, atau sungguh
menyimpankan uangnya melalui tangan orang lain. Kalau investasi yang
diperhatikan, maka ada beberapa mode investasi seperti patnership dan lain
sebagainya yang digunakan bagi tujuan itu –agar ada profit yang dihasilkan--.
Transaksi pinjaman bukan berarti untuk mendapatkan pendapatan.
Philosophi dasar bagi seseorang yang meminjamkan uangnya
kepada orang lain harus diputuskan kepada:
(a) dia
meminjamkan kepada saudaranya sebagai sebuah tindakan simpati (lend as
sympathetic act); atau
(b) dia
meminjamkan uangnya kepada peminjam (borrower), yang prinsipnya mungkin
disimpan (lend as saving) ;atau
(c) dia
memberlakukan uangnya (sebagai investasi) yang kemudian membagi profitnya (jika
terdapat) dari borrower (lend as investment)
Dalam dua bentuk
diatas (a) dan (b), dia tidak memasukan klaim beberapa jumlah tambahan uang
melebihi pokok pinjaman, karena dalam
kasus (a) dia telah menawarkan bantuan keuangan kepada peminjam dengan latar
belakang kemanusian atau pertimbangan simpati kepadanya, dan dalam kasus (b) tujuan
tunggalnya adalah menabungkan atau menyimpan uangnya dan tidak menghasilkan
income tambahan.
Bagaimanapun,
jika tujuannya adalah membagi profit dari borrower, seperti dalam kasus (c),
dia akan harus menanggung kerugian juga, jika si borrower mengalami kerugian
dari penggunaan uang pinjaman tersebut. Dalam kasus ini tujuannya tidak dapat
dilayani atau dipakai oleh transaksi pinjaman (salah kaprah). Dia harus
mengambil join ventur dengan pihak lain, oleh karenanya kedua pihak harus
bekerjasama dalam menjalankan bisnis dan akan membagi keuntungan dengan adil.
Sebaliknya, jika
bermaksud membagi keuntungan dari borrower ditandai dengan dasar pinjaman
berdasar bunga (interest-based loan), ini berarti bahwa orang yang
memberikan uang (financier, lender) ingin jaminan profit miliknya, sementara
dia mengesampingkan profit dari borrower dalam hal hasil sebenarnya dari
bisnis dimana ada situasi saat bisnis borrrower gagal. Dalam situasi
ini, dia tidak bisa menanggung seluruh kerugian bisnis, (padahal disamping
menanggung kerugian) dia juga akan harus
membayar bunga (interest) kepada lender, dengan demikian berarti
profit atau bunga dari financier (lender) dijamin pada harga destructive
loss si borrower, yang secara
jelas ketidakadilan yang menyilaukan terjadi.
Disisi lain jika
bisnis borrower menghasilkan profit yang besar, lender seharusnya
telah dibagi (mendapatkan) profit dalam proporsi yang reasonable, tetapi
dalam sebuah interest-based system, profit financier (lender)
dibatasi kepada tingkat return yang tetap yang diatur oleh kekuatan supply
and demand of money dan tidak pada hasil profit yang sebenarnya. Rate of
interest ini mungkin bisa saja kurang dari proporsi reasonable financier
yang akan didapatkan dalam joint venture. Dalam kasus ini, bagian
profit borrower lebih besar daripada financier, dan inilah bentuk
ketidakadilan yang lain.
Jadi, pembiayaan
bisnis dengan basis interest menciftakan sebuah atmosfer
ketidakseimbangan, yang potensial membawa ketidakadilan bagi kedua pihak dalam
situasi yang berbeda. Oleh karena itu, wisdom sebuah syari'ah yang tidak
menyetujui interest-based loan sebagai bentuk pembiayaan.
Sekali lagi
bunga dilarang, peran “loan” dalam aktivitas komersial terbatas dan seluruh
struktur pembiayaan kembali kepada equity-based dan didukung oleh real
assets. Agar membatasi penggunaan loan, syari'ah telah mengizinkan untuk
meminjamkan uang hanya pada kasus kebutuhan terpaksa, dan telah melarang
terjadinya praktik hutang untuk menjalani kehidupan melebihi kebutuhannya.
Kejadian yang telah dikenal bahwa Nabi saw menolak untuk mensalatkan jenazah
yang mati dalam keadaan berhutang, faktanya, untuk mendirikan prinsip bahwa
berhutang seharusnya tidak terjadi atau dihindari meskipun itu adalah fenomena
kehidupan. Berhutang seharusnya menjadi cara yang terakhir dalam menjalankan
aktivitas ekonomi khususnya, umumnya aktivitas kehidupan. Ini adalah salah satu
alasan bagi riba (interest) yang dilarang, karena, tidak ada seorangpun
yang dapat setuju untuk mempercepat pinjaman tanpa pengembalian bagi
pengeluaran yang tidak perlu dari borrower. Hal ini akan meninggalkan
tanda tidak ada ruang bagi pengeluaran yang tak perlu melalui pinjaman. Kerjasama yang menguntungkan, disatu sisi,
akan ditandai dengan basis partisipasi modal dan juga cakupan loan yang akan
tetap dibatasi kepada lingkaran yang sempit.
Peter Warbuton,
seorang komentator keuangan Inggris yang paling respek dan pemenang penghargaan
economic forecasting telah berkomentar sehubungan dengan hutang yang
terjadi oleh negara: “ kredit dan pasar modal telah tumbuh berkembang secara
cepat, dengan sangat sedikit transparansi dan akuntabilitas. Tentu ini akan
mempersiapkan bagi sebuah ledakan yang akan mengguncangkan sistem keuangan
barat terhadap fondasinya.” Seluruh pengaruh interest-based loan
mempunyai kecenderungan terus menerus berpihak terhadap orang kaya dan
bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Dengan demikian hal ini akan
membawa pengaruh yang meluas dalam produksi dan alokasi sumber-sumber daya
sebagaimana dalam distribusi kekayaan. Beberapa pengaruh buruk tersebut adalah:
(a) Pengaruh
buruk dalam alokasi sumber-sumber pinjaman dalam sistem perbankan sekarang
ditujukan secara utama kepada siapa yang kuat dalam kekayaannya, yang dapat
menawarkan kepuasan collateral. Umar Chapra telah menyimpulkan pengaruh dari
praktik ini: “bagaimanapun, kredit cenderung kepada siapa yang, menurut Lester
Thurow, orang yang berutung lebih dari sekedar smart atau meritocratic.
Jadi sistem perbankan cenderung kepada memperkuat distribusi modal yang tidak
merata. Bahkan Morgan Guarantee Trush Company, bank ke-enam terbesar di
Amerika, telah mengakui bahwa sistem perbankan telah gagal untuk membiayaai
baik perusahaan-perusahaan kecil atau modal ventura dan meskipun terapung-apung
dengan dana-danannya ini tidak mendorong untuk memberikan dana-dana berharga
secara kompetitif kepada beberapa perusahaan kecil, tetapi paling besar,
terbanyak perusahaan yang kaya. Oleh sebab itu, ketika deposito-deposito datang
dari bagian populasi yang lebih luas, benefit mereka justru beralih
kepada orang kaya.
(b) Pengaruh
kejahatan pada produksi, karena dalam interest-based system dana-dana
disediakan dalam basis collateral yang kuat dan penggunaan akhir
dari dana itu bukan merupakan kriteria utama bagi pembiayaan, hal itu mendorong
orang untuk hidup melebihi arti kehidupan. Orang kaya tidak dapat meminjam
untuk proyek produktif saja, tetapi juga untuk konsumsi yang berlebihan (conspicuous
consumption). Sama saja, pemerintah meminjam uang tidak hanya untuk program
pembangunan murni, tetapi juga untuk pengeluaran yang boros (lavish
expenditure) dan untuk proyek-proyek yang dimotivasi oleh ambisi politik
daripada menggunakanya berdasarkan penilaian ekonomi. Non-project-related
borrowings, yang mungkin ada hanya dalam interest-based system telah
tidak membantu apa-apa tetapi justru menaikan size hutang kepada keadaan
yang lebih buruk.
(c) Pengaruh
kejahatan pada distribusi, kita telah menjelaskan ketika bisnis dibiayai dengan
basis interest, hal ini akan membawa ketidakadilan baik bagi borrower
yang ketika menderita kerugian maupun bagi financier jika pendapatan
profit (dari borrower) besar. Meskipun kedua keadaan ini mungkin saja sama
dalam sebuah interest-based system, dan ada beberapa contoh dimana
pembayaran bunga telah membawa keruntuhan total bagi pedagang-pedagang kecil,
dalam sistem perbankan kita, ketidakadilan telah terbawa kepada financier yang
lebih berat dan lebih banyak hambatan-hambatan terhadap distribusi kekayaan
yang pas. Dalam konteks sistem kapitalis modern, perbankan mempercepat uang
para deposan kepada para pelaku industri dan para pedagang. Hampir seluruh
bisnis terbesar (giant business) dibiayai oleh bank dan institusi keuangan.
Dalam beberapa kasus dana-dana itu telah menyebar di pengusaha-pengusaha besar
dari orang-orang biasa melalui perbankan dan institusi keuangan. Jika para
pengusaha hanya mempunyai 10 juta dari miliknya sendiri, mereka bisa
mendapatkan 90 juta dari bank dan memulainya pada sebuah usaha profitable yang
besar, ini berarti 90% dari proyek diciftakan oleh uang para deposan sementara
hanya 10% yang diciftakan oleh miliknya sendiri. Jika proyek besar ini membawa
profit yang banyak, hanya proporsi yang kecil (dari bunga yang selisih
normalnya 2%-10% dalam negara-negara yang berbeda) yang akan jatuh kepada para
deposan dimana input dalam proyek itu adalah 90% sementara seluruh sisa akan
diberikan kepada pengusaha yang besar yang kontribusi real kepada proyek hanya
tidak lebih dari 10%. Bahkan proporsi kecil ini diberikan kepada para deposan
diambil kembali oleh big enterpreneurs ini, karena seluruh bunga
dibayarkan olehnya termasuk dalam biaya produksinya dan kembali kepadanya
melalui harga-harga yang dinaikkan.
Akibat
berikutnya dalam kasus ini adalah seluruh profit dari big enterprises
dihasilkan melalui orang-orang yang input finansial miliknya tidak lebih dari
10% dari total investasi, sementara orang-orang yang kontribusi finansialnya
sebesar 90% tidak mendapatkan apa-apa dalam term realnya, karena jumlah interest
yang diberikan kepada mereka sering dibayarkan kembali oleh big entreprises melalui
kenaikan harga-harga produk, dan oleh karena itu dalam sejumlah kasus return
yang diterimanya menjadi negatif dalam real term.
Seseorang dapat
membayangkan seberapa jauh interest-based borrowing telah berkontribusi
kepada ketidakadilan yang parah yang telah ditemukan dalam sistem distribusi
kita, dan seberapa besar ketidakadilan yang dibawa oleh modern commercial
interest kepada seluruh masyarakat seperti perbandingan terhadap interest
yang dikenakan pada old consumption loans yang dipengaruhi hanya oleh beberapa
individu. Bukankah interest-based system sekarang bekerja menyokong si
kaya dan membunuh si miskin seperti dijelaskan dengan ringkas oleh James
Robertson: “peran bunga yang dapat menembus sistem ekonomi mengakibatkan
transfer sistematik uang dari orang yang lemah kepada orang yang mempunyai
lebih. Sekali lagi transfer sumber daya-sumber daya ini dari si miskin kepada
si kaya telah dibuat jelas dengan sangat mengejutkan oleh krisis hutang dunia
ketiga.
Hal ini sebagian
karena orang-orang yang mempunyai uang lebih meminjamkan uangnya kemudian
mendapatkan bunga dari orang-orang yang tidak mempunyai uang; dan sebagian lagi
karena orang-orang yang tidak mempunyai uang harus meminjam lebih; dan juga
sebagian karena cost dari pembayaran bunga yang sekarang berbentuk elemen
substansial dalam biaya seluruh barang dan jasa, dan kebutuhan barang dan jasa
lebih besar dalam pembiayaan orang kaya.
Ketika kita
melihat pada sistem uang dan kita memikirkan bagaimana uang dapat ditandai
kembali untuk mengeluarkan fungsinya secara adil dan efisien sebagai bagian
dari pemberlakukan dan penghematan ekonomi, argumen bagi sistem uang bebas
bunga bebas inflasi selama 21 abad nampaknya menjadi kuat.” Penulis yang sama
dalam buku yang lain mengomentari: “transfer revenue dari orang miskin
ke orang kaya, dari tempat orang miskin ke tempat orang kaya, dan dari negara
miskin ke negara kaya oleh uang dan sistem keuangan adalah salah satu sebab
transfer sistematis kekayaan dari miskin kepada kaya dengan jalan/caranya
adalah pembayaran interest.
(d) Ekspansi
uang artificial (artificial money) dan inflasi. Karena pinjaman yang menanggung
bunga tidak mempunyai hubungan yang spesifik dengan produksi sebenarnya, dan financier,
setelah nampak collateral yang kuat, biasanya tidak mempunyai perhatian
bagaimana dana-dana digunakan oleh borrower, permintaan uang dipengaruhi
melalui bank dan institusi keuangan yang tidak mempunyai nexus dengan
barang dan jasa yang diproduksi secara pasti. Tentu ini menciftakan masalah
yang tak sebanding antara supply uang dan produksi barang dan jasa.
Jelas
hal ini merupakan salah satu faktor yang menciftakan atau menjadi ‘bahan bakar’
inflasi. Fenomena ini menjengkelkan hati pada keadaan yang lebih buruk dengan
diketahui karakteristik dari bank-bank modern yang umumnya diistilahkan sebagai
‘money creation’. Bahkan buku-buku utama dari ekonomi biasanya
menjelaskan bagaimana bank menciftkan uang. Rupanya fungsi bank yang
menakjubkan ini kadang-kadang menjadi salah satu faktor dorongan produksi dan
membawa kesejahteraan. Tetapi ilusi dari konsep ini jarang diperkenalkan oleh
perbankan modern.
Orang-orang
yang telah menggunakan deposito koin emas mereka dengan mempercayainya, dan
mereka telah menggunakan koin tersebut untuk menerbitkan tanda terima kepada
para deposan. Agar prosesnya sederhana, tukang emas (goldsmith) telah memulai
mengeluarkan tanda penerimaan pembawa yang secara gradual terjadi di tempat
pembuatan koin emas dan orang-orang memulai penyelesaian liabilitas mereka.
Ketika tanda terima ini diperoleh luas di pasar, hanya bagian kecil dari para
deposan dan pembawa datang kepada tukang emas untuk meminta emas sebenarnya.
Pada
point ini tukang emas mulai meminjamkan beberapa dari emas yang didepositokan
secara rahasia dan telah memulai mendapatkan bunga dari loan ini.
Setelah beberapa waktu, para tukang emas ini menutupi bahwa mereka dapat
mencetak lebih banyak uang (sertifikat deposito emas kertas) daripada
mendepositokannya dan mereka dapat meminjamkan keluar tambahan uang ini dengan
bunga. Jadi mereka telah melakukan dan ini adalah lahirnya ‘money creation’
atau ‘fractional reserve lending’ yang berarti meminjamkan banyak uang
daripada seseorang mempunyai cadangan untuk depositonya. Dalam hal ini para
tukang emas, setelah menjadi lebih percaya diri, mulai menurunkan reserve
requirment dan menaikan persentase kredit penciftaan uang sendiri, dan
digunakan untuk pinjaman empat, lima bahkan sepuluh kali lebih sertifikat emas.
Pada
mulanya, tindakan ini hanya penyalahgunaan kepercayaan, dan sebuah penipuan
belaka yang merupakan bagian dari tukang emas yang tidak dijamin oleh beberapa
norma persamaan, keadilan dan kejujuran. Justru yang terjadi adalah pemalsuan
dan perebutan kekuasaan otoritas untuk mengeluarkan uang. Tetapi lama kelamaan, praktek kecurangan ini
kembali pada praktik standar sesuai mode terakhir dari bank modern atas sistem ‘fractional
reserve’. Bagaimana para bankir dan pengubah uang telah sukses dalam
melegalkan the creation of money oleh bank-bank swasta, meskipun oposisi
yang kuat dari beberapa pengambil kebijakan Inggris dan Amerika, dan bagaimana Rothchilds
telah membutuhkan keuangan yang mengagumkan atas seluruh negara Eropa dan Rockfeller
atas seluruh Amerika adalah sebuah sejarah yang panjang, sekarang telah hilang
dalam kabut beberapa teori yang dikembangkan untuk mendukung konsep money
creation oleh perbankan swasta. Tetapi akibat dari ini adalah bahwa
bank-bank modern sedang menciftakan uang.
Mereka
diizinkan untuk memberikan loan dalam jumlah sepuluh kali lebih dari
pada dana keseluruhan deposito. Koin dan surat berharga dikeluarkan oleh
pemerintah seperti uang asli dan uang yang bebas hutang sekarang mempunyai
proporsi yang signifikan dalam keseluruhan uang dalam sirkulasi, yang terbanyak
adalah uang artifisialy diciftakan oleh perbankan. Proporsi penerbitan
uang real oleh pemerintah telah turun secara konstan di banyak negara, disaat
proporsi artificial money yang diciftakan oleh perbankan naik.
Pinjaman-pinjamaan
spiral telah dibangun atas loan yang sekarang merupakan bagian utama
dari supply uang. Mengambil contoh di Inggris yang menurut statistik 1997
jumlah stok uang dinegara itu 680 milyar pound dan dari jumlah itu hanya 25
milyar pound yang dikeluarkan oleh pemerintah berbentuk koin dan kertas.
Sisanya diciftakan oleh perbankan. Ini berarti uang yang bebas hutang hanya
menyisakan 3.6% dari seluruh supply uang sementara 96.4% tidak ada apa-apanya
tetapi hanya penciftaan gelembung oleh perbankan (buble created). Bubble
ini tumbuh dan berkembang setiap tahun.
Hal yang hampir sama terjadi di Amerika. Patrick S.J
Carmack dan Bill Still mengamati sebagai berikut: “ Kenapa diatas kepala kita
didalamnya ‘ada hutang’? karena kita bekerja dibawah sistem uang hutang (debt money system) seluruh uang kita
diciftakan dalam pararel dengan kuantitas hutang yang ekuivalen, yaitu ditandai
dan dikontrol oleh perbankan swasta demi keuntungan mereka. Mereka menciftakan
uang dan meminjamkannya dengan bunga dan kita mendapatkan hutang. Jadi,
meskipun perbankan tidak menciftakan mata uang, mereka malah menciftakan cheque-book
money. Buktinya, lebih dari satu milyar dollar dari penciftaan uang ini
secara khusus telah digunakan untuk pembelian saham-saham Amerika pada pasar
terbuka, yang disediakan oleh perbankan dengan hampir 50 deposan. Dalam hal ini
melalui fractional reserve lending, perbankan menciftakan jauh lebih
dari 90% dari uang dan oleh karena itu pula menyebabkan inflasi lebih dari
90%”. Kesimpulan seluruh situasi yang mengejutkan ini dihadapi oleh seluruh
dunia yang hari ini adalah hasil pemberlakuan sistem keuangan berdasarkan bunga
sebuah kekuatan tak terkendalikan yang merajalela ekonomi. Dapatkah seseorang
masih meminta dengan keras bahwa ketakutan univesal yang dibawa oleh bunga
komersial jauh lebih besar dari pinjaman bunga individu yang keterlaluan yang
digunakan untuk mempengaruhi hanya beberapa individu.
0 comments:
Post a Comment