Sunday, October 2, 2011

Pengaruh Bunga Pada Perekonomian


Justice Muhammad Taqi Usmani

Pendahuluan

            Al-qur'an telah memutuskan sendiri apa itu ketidakadilan yang terjadi dalam sebuah transaksi pinjaman, dan Al-qur'an tidak perlu bahwa setiap orang mengetahui seluruh unsur ketidakadilan dalam sebuah transaksi riba, sebelumnya konsekuensi kejahatan dari bunga (interest) tidak pernah begitu jelas pada masa lalu daripada sekarang. Ketidakadilan dalam pinjaman konsumsi pribadi seolah-olah hanya terlihat pada sisi debitor saja (orang yang berhutang), padahal secara keseluruhan ketidakadilan telah dibawa oleh pengaruh bunga modern ekonomi. Pembahasan ini tidak akan menjelaskan lebih rinci dari pelarangan riba karena membutuhkan pembahasan terpisah, tetapi kita akan berkonsentrasi pada tiga aspek dari isu-isu dibawah ini:
i.                    Pelarangan logis interest dari dasar teoritis
ii.                  Pengaruh-pengaruh buruk interest pada produksi
iii.                Pengaruh-pengaruh buruk interest pada distribusi

Dalam dasar teori yang sebenarnya, dua isu dasar akan difokuskan pada; pertama, sifat dari uang dan kedua sifat dari transaksi pinjaman.

Sifat Uang

            Salah satu yang salah dalam mengasumsikan seluruh teori interest adalah uang didasarkan pada anggapan sebagai komoditas. Kiranya asumsi ini dapat diperlihatkan dengan memisalkan seorang pedagang menjual komoditasnya dengan harga yang lebih tinggi daripada biayanya, atau dia juga dapat menjual uangnya dengan harga yang lebih tinggi daripada harga yang dicantumkan pada saat itu, atau dia dapat menyewakan kekayaan dan mendapatkan uang sewa, dia juga dapat meminjamkan uangnya dan mendapatkan bunga atasnya. Akan tetapi prinsip Islam tidak mengambil asumsi-asumsi ini. Uang dan komoditas mempunyai perbedaan karakteristik dan oleh karenanya harus dianggap berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada:
(a)     Sisi utility instrinsik
Uang tidak mempunyai utility instrinsik. Karenanya uang tidak dapat dimanfaatkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia secara langsung. Uang hanya dapat digunakan untuk memperoleh beberapa barang-barang dan jasa. Disisi lain, komoditas mempunyai utility instrinsik dan dapat digunakan secara langsung tanpa mempertukarkannya dengan barang lain.
(b)    Sisi kualitas
Komoditas-komoditas dapat dibedakan kualitasnya, sementara uang tidak mempunyai kualitas kecuali uang sebagai ukuran nilai (measure of value) atau alat pertukaran (medium of exchange). Oleh sebab itu, seluruh unit-unit uang dari denominasi (yang dikuasai) yang sama, adalah seratus persen sama dengan yang lainnya. Uang kertas yang lama dan kotor dari uang Rp. 1000/- memiliki nilai yang sama dengan uang kertas baru dari Rp.1000/-. Sementara komoditas lama dan komoditas baru meskipun dengan jenis sama tentu mempunyai perbedaan kualitas.
(c)     Sisi identifikasi
Dalam komoditas, transaksi dan jual beli dipengaruhi dalam pengidentifikasian komoditas yang jelas. Jika A telah membeli sebuah mobil yang ditunjukinya dan penjual telah setuju, dia berhak mendapatkan mobil. Penjual tidak dapat mendorongnya untuk mengambil pengiriman mobil lain, meskipun kuantitas atau tipenya sama. Sebaliknya uang tidak dapat menunjukan sesuatu dengan tepat dalam sebuah transaksi pertukaran. Jika A telah membeli komoditas dari B dengan harga Rp. 1000/- dia dapat langsung membayarnya dengan catatan denomisasi lainnya sama.
Berdasarkan perbedaan dasar ini, syari'ah Islam telah menganggap uang berbeda dari komoditas, khususnya dalam dua hal: pertama, uang tidak dimiliki untuk dijadikan subjek perdagangan seperti komoditas lainnya. Penggunaannya telah dibatasi terhadap tujuan dasar seperti uang berlaku sebagai medium of exchange dan measure of value. Kedua, untuk alasan-alasan pengecualian, uang harus ditukarkan dengan uang atau dipinjamkan, maka pembayaran dari dua sisi, baik dari sisi peminjam ataupun sisi pemberi pinjaman, harus sama agar uang tidak digunakan untuk tujuan perdagangan.

Pandangan Imam Al-Ghazali terhadap Sifat Uang

            Imam Al-Ghazali (wafat 505 H), fuqaha terkenal dan seorang philosophi sejarah Islam telah mendiskusikan sifat uang pada awal periode ketika teori-teori uang dari Barat belum bermunculan sama sekali. Beliau berujar:
“Penciftaan dinar dan dirham (uang) adalah rahmat dari Allah swt. Dinar dan dirham adalah batu-batu yang tidak mempunyai usufruct intrinsic atau utility, tetapi seluruh manusia membutuhkannya karena setiap pribadi membutuhkan sejumlah besar komoditas bagi makannya, pakaian dan lain sebagainya dan sering dia tidak mempunyai apa yang dibutuhkan dan mempunyai apa yang dia tidak butuhkan . . . oleh karena itu, pertukaran transaksi tak dapat dielakkan. Tetapi harus ada sebuah ukuran (measure) dengan dasar harga dapat ditentukan, karena pertukaran komoditas tidak ada jenis yang sama, tidak pula ukurannya sama, yang mana yang dapat menentukan berapa banyak kuantitas dari satu komoditas adalah hanya harga.”

            Oleh karena itu, seluruh komoditas ini perlu mediator untuk menilai sebuah nilai pasti suatu komoditas, dan karena itu Allah yang Maha Kuasa telah menciftakan dirham (uang) sebagai hakim dan mediator antara seluruh komoditas agar semua kekayaan diukur oleh uang tadi . . . dan uang menjadi measure of the value seluruh komoditas yang didasarkan pada kenyataan bahwa uang bukan sebuah objek didalam dirinya sendiri. Apakah uang menjadi sebuah objek pada dirinya sendiri, seseorang dapat mempunyai tujuan spesifik untuk menyimpannya, yang mungkin telah memberinya lebih penting sesuai perhatiannya, sementara orang lain mungkin tidak mempunyai tujuan untuk itu sehingga tidak uang mempunyai arti yang penting. Jadi seluruh sistem akan bisa terganggu. Itulah mengapa Allah menciftakan uang, agar uang dapat disirkulasikan diantara tangan-tangan manusia dan bertindak sebagai hakim yang adil antar komoditas yang berbeda ini dan bekerja sebagai perantara untuk memenuhi hal-hal yang lain.
            Jadi, seseorang yang memiliki uang adalah seperti ia memiliki setiap hal/sesuatu, tidak seperti seseorang yang mempunyai pakaian, karena dia hanya memiliki pakaian, oleh karena itu, jika dia butuh makanan, pemilik makanan mungkin tidak tertarik untuk menukarkan makanannya pada pakaian karena dia mungkin membutuhkan binatang, misalnya. Oleh sebab itu, ada sesuatu yang dibutuhkan yang didalamnya tampak tidak ada kebutuhan, tetapi dalam esensi adalah segalanya. Sesuatu yang tidak mempunyai bentuk khusus mungkin mempunyai bentuk yang berbeda ketika dihubungkan pada yang lain seperti sebuah kaca (mirror), yang tidak mempunyai warna, tetapi kaca dapat merefleksikan setiap warna. Hal yang sama terdapat pada uang. Uang tidak mempunyai objek didalam dirinya sendiri, tetapi ia sebuah instrumen yang menunjukan kepada semua objek. Dengan demikian seseorang yang menggunakan uang dalam sebuah cara yang terbalik/bertentangan dari tujuannya, termasuk uang dijadikan sebagai komoditas, terhadap tujuan dasar dari uang, maka hal ini berarti mengingkari rahmat Allah swt.
            Konsekuensinya, siapapun yang menimbun uang berarti ia sedang melakukan ketidakadilan terhadap uang dan ia sedang menyingkirkan tujuan uang sebenarnya. Dia menyukai orang yang menahan uang dalam penjara (kanzul maal). Dan kepada siapapun pengaruh transaksi interest pada uang, faktanya, adalah membuang rahmat Allah swt dan berkomitmen pada ketidakadilan, karena uang diciftakan untuk hal-hal yang lainnya, bukan untuk dirinya sendiri. Jadi seseorang yang telah memulai perdagangan uang telah membuat objek yang bertentangan terhadap kebijaksanaan murni disamping penciftaannya, karena ketidakadilan menggunakan uang untuk tujuan lain . . . jika uang dibolehkan sebagai objek perdagangan, uang akan menjadi tujuan yang paling mewah/utama darinya dan akan tetap menahan seperti halnya penimbunan uang. Dan pemenjaraan sebuah aturan atau pembatasan seorang tukang post untuk mengantarkan pesan-pesannya tidak ada, tetapi yang ada ketidakadilan.”
            Penjelasan Imam Al-Ghazali ini tentang sifat uang sekitar 900 tahun yang lalu telah diakui dan diterima oleh para ekonom yang datang berabad-abad setelahnya. Bahwa uang hanya sebagai medium of exchange dan   measure of value   yang secara universal diterima oleh para ekonom diseluruh dunia, tetapi sayangnya sejumlah besar para ekonom ini telah gagal untuk mengakui akibat logis dari konsep ini, padahal hal ini dengan jelas telah dielaborasi oleh Imam Al-Ghazali: bahwa uang seharusnya tidak dianggap sebagai komoditas yang berarti diperdagangkan. Setelah memegang paradigma uang sebagai komoditas, para ekonom modern telah mencelupkan kedalam sebuah dilema yang tidak pernah dipecahkan secara memuaskan.
            Komoditas dimana dapat diklasifikasikan menjadi:  komoditas urutan pertama yang biasanya disebut sebagai barang-barang konsumsi (consumption goods) dan komoditas pada urutan yang lebih tinggi yang disebut barang-barang produktif (productive goods). Karena uang tidak mempunyai utility instrinsik, uang tidak dapat dimasukan kepada kedalam ‘consumption goods’ akan tetapi yang terjadi para ekonom tidak mempunyai pilihan lain - -untuk memasukan uang kedalam consumption goods--tetapi menempatkan ini (uang) dibawah kategori ‘production goods’, padahal pandangan ini sulit untuk dibuktikan dengan keras oleh suara argumen-arguen yang logis bahwa uang adalah sebuah ‘production goods’. Ludwig Yon Mises, ekonom masyhur pada abad sekarang telah menghubungkan subjek ini dengan detail.
            Ludwig mengatakan: “tentu, jika kita menganggap dua kali lipat bagian barang-barang ekonomi sebagai exhaustive (pelengkap), kita akan harus meletakan content dengan menempatkan uang dalam satu group atau yang lainnya. Inilah yang telah menjadi posisi banyak ekonom, dan sejak itu telah muncul semua hal yang tak mungkin (impossible) untuk menyebutkan  uang sebagai consumption goods, tidak ada alternative kecuali menyebutnya production goods . . . .ini jelas bahwa mayoritas ekonom memperhitungkan uang sebagai production goods. Namun demikian, argumen-argumen yang dikemukakan tidak kuat (invalid); bukti dari sebuah teori berada dalam alasan-alasannya bukan pada pendukungannya; dan dengan semua respek terhadap ‘master’ (pakar ekonomi), harus dikatakan bahwa mereka telah tidak memperbaiki posisi mereka sepenuhnya dalam masalah ini.”
            Kemudian, Ludwig menyimpulkan: “berkaitan dari pandangan tersebut, barang-barang (goods) yang diperlakukan sebagai uang oleh Adam Smith apa yang disebut, “dead stock, which. . .   tidak menghasilkan apapun.”. Kemudian Ludwig telah berekspresi akan kecenderungannya terhadap teori Keynes bahwa uang bukan sebagai consumption goods dan bukan pula production goods, Ia hanya sebagai media of exchange.
            Akibat logis dari penemuan ini bahwa uang seharusnya tidak ditempatkan sebagai sebuah instrumen yang memberikan lahirnya uang kembali, tidak juga seharusnya uang ditempatkan sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan. Ketika uang ditukarkan kepada uang lain pada denimonasi sama, karena sekali lagi diterima bahwa uang bukan consumption goods bukan pula production goods, dan itu hanya medium of exchange, maka tidak ada ruang untuk membuat uang itu sendiri sebagai objek perdagangan profitable. Tetapi mungkin karena dominasi yang besar sekali dari sistem moneter berdasarkan bunga, banyak para ekonom yang tidak bisa memproses lebih jauh pandangan ini.
            Disisi lain, Imam Al- Ghazali telah menempatkan konsep medium of exchange pada akhir logikanya. Dia telah menyimpulkan ketika uang dipertukarkan dengan uang pada denominasi yang sama, hal itu seharusnya tidak dibuat atau dianggap sebagai sebuah instrumen yang merupakan profit dari perdagangan itu sendiri.
            Pendekatan Imam Al-Ghazali ini, di back up secara penuh, perintah yang jelas dari Al-qur'an dan as-sunnah, yang tidak pernah diterima menjadi sebuah kebenaran  oleh beberapa sarjana realistis, bahkan dalam masyarakat yang didominasi oleh interest. Banyak dari mereka setelah menghadapi beberapa konsekuensi dari sistem keuangannya berdasarkan pada perdagangan uang yang diakui telah menyebabkan ekonomi dalam keadaan buruk, inter alia, ini menunjukan fakta bahwa fungsi uang tidak dibatasi hanya pada  fungsi utamanya sebagai medium of exchange.
            Selama depresi yang sangat besar pada tahun 1930-an, “Economic Crisis Committee” telah dibentuk oleh Southampton Chamber of Commerce pada Januari 1933. Komite ini terdiri dari sepuluh anggota yang dikepalai oleh Dennis Mundy. Dalam laporannya komite itu telah mendiskusikan penyabab utama (the root couse) dari depresi yang mendatangkan bencana dalam perdagangan nasional dan internasional, telah menyarankan ukuran-ukuran yang berbeda dalam menyelesaikan masalah itu. Setelah mendiskusikan perangkap sistem keuangan yang ada, salah satu rekomendasi komite adalah bahwa “in order to ensure that money perform its true function of operating as a means of exchange and distribution, it is desirable that it should be traded as a commodity.”
            Sifat uang ini yang seharusnya telah diapresiasikan sebagai prinsip fundamental dari sistem keuangan telah diabaikan oleh beberapa negara, tetapi sekarang para ekonom telah mengakui hal ini. Prof. Jhon Gray, dari universitas Oxford telah berkomentar sebagai berikut: “paling signifikan, mungkin transaksi pada pasar uang internasional sekarang telah mencapai $1.2 triliun perhari, lebih dari 5 kali tingkat perdagangan dunia. Sekitar 95% dari transaksi ini adalah bersifat spekulasi, banyaknya instrumen keuangan derivatif baru berdasarkan future options. Menurut Michael Albert, volume harian dari transaksi pasar uang internasional memegang  $900 milyar sama dengan GDP tahunan Perancis dan sekitar $200 juta lebih berasal dari total reserve mata uang asing (foreign currency reserve) dari bank sentral dunia. Ekonomi keuangan virtual ini mempunyai sebuah potensi buruk untuk menggangu pokok ekonomi real seperti collapse yang terjadi tahun 1995 di Barings, Bank tertua di Inggris.
            Ukuran dari derivatif yang disebutkan oleh Jhon Gray dengan cara transaksi harian mereka. Ukuran dari harga total, bagaimanapun, lebih besar. Disebutkan oleh Richad Thomson dalam “Apocalypse Roulette” sebagai berikut: “derivatif keuangan telah tumbuh, kurang lebih telah dimulai pada awal 1970-an sampai $64 juta industri pada tahun 1996. How do you imagine a number that big? Anda akan mengatakan jika anda menempatkan semua dollar bills end to end, mereka akan merentangkan dari sini sampai matahari 66 kali atau sampai ke bulan 25900 kali.”
            James Robertson mengamati dalam bukunya, “Transforming economic life” dalam kata-kataya: “ uang dan sistem keuangan hari ini tidak fair, secara ekologi destruktif dan secara ekonomi inefficient, tidak boleh tidak uang harus berkembang yang berasal dari produksi dan juga konsumsi kepada tingkat yang lebih besar dari yang diperlukan. Hal ini tidak sebenarnya menyatakan bahwa ekonomi berusaha terhadap uang menghasilkan uang, dan menentang persedian jasa dan barang secara riel. Pandangan ini juga menghasilkan pengalihan usaha dunia luas secara besar-besaran dari penyedian useful goods and services, kedalam uang menghasilkan uang (money out of money). Kurang lebih 95% dari milyaran dollar ditransfer perhari disekitar dunia murni bagi transaksi keuangan, tidak menyukai pada transaksi dalam ekonomi real.”
            Inilah secara tepat apa yang telah Imam Al-Ghazali jelaskan dalam 900 tahun yang lalu. Hasil kejahatan dari sebuah perdagangan yang tak alami (unnatural trade) lebih jauh dijelaskan olehnya sebagai berikut: “Riba (interest) dilarang karena riba mencegah orang dari mengambil aktivitas ekonomi real. Ini karena ketika kita punya uang lalu diizinkan menghasilkan lebih uang dalam basis interest, baik transaksi spot maupun tangguh (deferred), itu menjadi mudah untuknya menghasilkan tanpa sesuatu yang menyusahkan dirinya sendiri untuk mengambil usaha-usaha dalam aktivitas ekonomi real. Ini akan membawanya kepada rintangan kepentingan real dari kemanusian, karena kepentingan kemanusian tidak dapat diselamatkan tanpa skill berdagang, industri dan konstruksi secara nyata.”
            Rupanya Imam Al-Ghazali, dalam awal-awal masanya, telah menjelaskan fenomena faktor-faktor moneter yang terdapat dalam produksi, penciptaan sebuah gap yang luas antara supply of money dan supply of real goods yang telah muncul dikemudian hari sebagai penyebab utama inflasi, hampir sama “terrible potential” perdagangan dalam uang seperti yang telah diutarakan Jhon Gray dan James Robertson. Kita akan menguji aspek ini kemudian, tetapi yang terpenting adalah fakta bahwa uang menjadi sebuah medium of exchange dan sebuah measure of value tidak dapat diambil sebagai “production goods” yang menghasilkan profit dengan basis harian, sebagaimana diasumsikan oleh teori bunga. Ini adalah sebagai mediator dan seharusnya ditempatkan untuk bermain dalam peran eksklusif ini.

Sifat Pinjaman

             Perbedaan utama lainnya antara sistem kapitalis sekuler dan prinsip-prinsip Islam adalah dibawah sistem pembentuknya (the former system), pinjaman (loan) secara murni adalah transaksi komersial yang bermaksud untuk menghasilkan pendapatan tetap (fixed income) kepada pemberi pinjaman (lender). Disisi lain, Islam tidak mengakui pinjaman (loan) sebagai transaksi yang mendapatkan income. Berarti loan hanya untuk orang yang meminjamkan (lender) yang tidak bermaksud menghasilkan (uang tambahan) keseluruhan melalui pinjaman. Seharusnya lender  meminjamkan uangnya lahir dari latar belakang kemanusian agar mencapai sebuah reward di Akhirat, atau sungguh menyimpankan uangnya melalui tangan orang lain. Kalau investasi yang diperhatikan, maka ada beberapa mode investasi seperti patnership dan lain sebagainya yang digunakan bagi tujuan itu –agar ada profit yang dihasilkan--. Transaksi pinjaman bukan berarti untuk mendapatkan pendapatan.
            Philosophi  dasar bagi seseorang yang meminjamkan uangnya kepada orang lain harus diputuskan kepada:
(a)    dia meminjamkan kepada saudaranya sebagai sebuah tindakan simpati (lend as sympathetic act); atau
(b)   dia meminjamkan uangnya kepada peminjam (borrower), yang prinsipnya mungkin disimpan (lend as saving) ;atau
(c)    dia memberlakukan uangnya (sebagai investasi) yang kemudian membagi profitnya (jika terdapat) dari borrower (lend as investment)

Dalam dua bentuk diatas (a) dan (b), dia tidak memasukan klaim beberapa jumlah tambahan uang melebihi  pokok pinjaman, karena dalam kasus (a) dia telah menawarkan bantuan keuangan kepada peminjam dengan latar belakang kemanusian atau pertimbangan simpati kepadanya, dan dalam kasus (b) tujuan tunggalnya adalah menabungkan atau menyimpan uangnya dan tidak menghasilkan income tambahan.
Bagaimanapun, jika tujuannya adalah membagi profit dari borrower, seperti dalam kasus (c), dia akan harus menanggung kerugian juga, jika si borrower mengalami kerugian dari penggunaan uang pinjaman tersebut. Dalam kasus ini tujuannya tidak dapat dilayani atau dipakai oleh transaksi pinjaman (salah kaprah). Dia harus mengambil join ventur dengan pihak lain, oleh karenanya kedua pihak harus bekerjasama dalam menjalankan bisnis dan akan membagi keuntungan dengan adil.
Sebaliknya, jika bermaksud membagi keuntungan dari borrower ditandai dengan dasar pinjaman berdasar bunga (interest-based loan), ini berarti bahwa orang yang memberikan uang (financier, lender) ingin jaminan profit miliknya, sementara dia mengesampingkan profit dari borrower dalam hal hasil sebenarnya dari bisnis dimana ada situasi saat bisnis borrrower gagal. Dalam situasi ini, dia tidak bisa menanggung seluruh kerugian bisnis, (padahal disamping menanggung kerugian)  dia juga akan harus membayar bunga (interest) kepada lender, dengan demikian berarti profit atau bunga dari financier (lender) dijamin pada harga destructive loss  si borrower, yang secara jelas ketidakadilan yang menyilaukan terjadi.
Disisi lain jika bisnis borrower menghasilkan profit yang besar, lender seharusnya telah dibagi (mendapatkan) profit dalam proporsi yang reasonable, tetapi dalam sebuah interest-based system, profit financier (lender) dibatasi kepada tingkat return yang tetap yang diatur oleh kekuatan supply and demand of money dan tidak pada hasil profit yang sebenarnya. Rate of interest ini mungkin bisa saja kurang dari proporsi reasonable financier yang akan didapatkan dalam joint venture. Dalam kasus ini, bagian profit borrower lebih besar daripada financier, dan inilah bentuk ketidakadilan yang lain.
Jadi, pembiayaan bisnis dengan basis interest menciftakan sebuah atmosfer ketidakseimbangan, yang potensial membawa ketidakadilan bagi kedua pihak dalam situasi yang berbeda. Oleh karena itu, wisdom sebuah syari'ah yang tidak menyetujui interest-based loan sebagai bentuk pembiayaan.
Sekali lagi bunga dilarang, peran “loan” dalam aktivitas komersial terbatas dan seluruh struktur pembiayaan kembali kepada equity-based dan didukung oleh real assets. Agar membatasi penggunaan loan, syari'ah telah mengizinkan untuk meminjamkan uang hanya pada kasus kebutuhan terpaksa, dan telah melarang terjadinya praktik hutang untuk menjalani kehidupan melebihi kebutuhannya. Kejadian yang telah dikenal bahwa Nabi saw menolak untuk mensalatkan jenazah yang mati dalam keadaan berhutang, faktanya, untuk mendirikan prinsip bahwa berhutang seharusnya tidak terjadi atau dihindari meskipun itu adalah fenomena kehidupan. Berhutang seharusnya menjadi cara yang terakhir dalam menjalankan aktivitas ekonomi khususnya, umumnya aktivitas kehidupan. Ini adalah salah satu alasan bagi riba (interest) yang dilarang, karena, tidak ada seorangpun yang dapat setuju untuk mempercepat pinjaman tanpa pengembalian bagi pengeluaran yang tidak perlu dari borrower. Hal ini akan meninggalkan tanda tidak ada ruang bagi pengeluaran yang tak perlu melalui pinjaman.  Kerjasama yang menguntungkan, disatu sisi, akan ditandai dengan basis partisipasi modal dan juga cakupan loan yang akan tetap dibatasi kepada lingkaran yang sempit.
Peter Warbuton, seorang komentator keuangan Inggris yang paling respek dan pemenang penghargaan economic forecasting telah berkomentar sehubungan dengan hutang yang terjadi oleh negara: “ kredit dan pasar modal telah tumbuh berkembang secara cepat, dengan sangat sedikit transparansi dan akuntabilitas. Tentu ini akan mempersiapkan bagi sebuah ledakan yang akan mengguncangkan sistem keuangan barat terhadap fondasinya.” Seluruh pengaruh interest-based loan mempunyai kecenderungan terus menerus berpihak terhadap orang kaya dan bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Dengan demikian hal ini akan membawa pengaruh yang meluas dalam produksi dan alokasi sumber-sumber daya sebagaimana dalam distribusi kekayaan. Beberapa pengaruh buruk tersebut adalah:
(a)    Pengaruh buruk dalam alokasi sumber-sumber pinjaman dalam sistem perbankan sekarang ditujukan secara utama kepada siapa yang kuat dalam kekayaannya, yang dapat menawarkan kepuasan collateral. Umar Chapra telah menyimpulkan pengaruh dari praktik ini: “bagaimanapun, kredit cenderung kepada siapa yang, menurut Lester Thurow, orang yang berutung lebih dari sekedar smart atau meritocratic. Jadi sistem perbankan cenderung kepada memperkuat distribusi modal yang tidak merata. Bahkan Morgan Guarantee Trush Company, bank ke-enam terbesar di Amerika, telah mengakui bahwa sistem perbankan telah gagal untuk membiayaai baik perusahaan-perusahaan kecil atau modal ventura dan meskipun terapung-apung dengan dana-danannya ini tidak mendorong untuk memberikan dana-dana berharga secara kompetitif kepada beberapa perusahaan kecil, tetapi paling besar, terbanyak perusahaan yang kaya. Oleh sebab itu, ketika deposito-deposito datang dari bagian populasi yang lebih luas, benefit mereka justru beralih kepada orang kaya.

(b)   Pengaruh kejahatan pada produksi, karena dalam interest-based system dana-dana disediakan dalam basis collateral yang kuat dan penggunaan akhir dari dana itu bukan merupakan kriteria utama bagi pembiayaan, hal itu mendorong orang untuk hidup melebihi arti kehidupan. Orang kaya tidak dapat meminjam untuk proyek produktif saja, tetapi juga untuk konsumsi yang berlebihan (conspicuous consumption). Sama saja, pemerintah meminjam uang tidak hanya untuk program pembangunan murni, tetapi juga untuk pengeluaran yang boros (lavish expenditure) dan untuk proyek-proyek yang dimotivasi oleh ambisi politik daripada menggunakanya berdasarkan penilaian ekonomi. Non-project-related borrowings, yang mungkin ada hanya dalam interest-based system telah tidak membantu apa-apa tetapi justru menaikan size hutang kepada keadaan yang lebih buruk.

(c)    Pengaruh kejahatan pada distribusi, kita telah menjelaskan ketika bisnis dibiayai dengan basis interest, hal ini akan membawa ketidakadilan baik bagi borrower yang ketika menderita kerugian maupun bagi financier jika pendapatan profit (dari borrower) besar. Meskipun kedua keadaan ini mungkin saja sama dalam sebuah interest-based system, dan ada beberapa contoh dimana pembayaran bunga telah membawa keruntuhan total bagi pedagang-pedagang kecil, dalam sistem perbankan kita, ketidakadilan telah terbawa kepada financier yang lebih berat dan lebih banyak hambatan-hambatan terhadap distribusi kekayaan yang pas. Dalam konteks sistem kapitalis modern, perbankan mempercepat uang para deposan kepada para pelaku industri dan para pedagang. Hampir seluruh bisnis terbesar (giant business) dibiayai oleh bank dan institusi keuangan. Dalam beberapa kasus dana-dana itu telah menyebar di pengusaha-pengusaha besar dari orang-orang biasa melalui perbankan dan institusi keuangan. Jika para pengusaha hanya mempunyai 10 juta dari miliknya sendiri, mereka bisa mendapatkan 90 juta dari bank dan memulainya pada sebuah usaha profitable yang besar, ini berarti 90% dari proyek diciftakan oleh uang para deposan sementara hanya 10% yang diciftakan oleh miliknya sendiri. Jika proyek besar ini membawa profit yang banyak, hanya proporsi yang kecil (dari bunga yang selisih normalnya 2%-10% dalam negara-negara yang berbeda) yang akan jatuh kepada para deposan dimana input dalam proyek itu adalah 90% sementara seluruh sisa akan diberikan kepada pengusaha yang besar yang kontribusi real kepada proyek hanya tidak lebih dari 10%. Bahkan proporsi kecil ini diberikan kepada para deposan diambil kembali oleh big enterpreneurs ini, karena seluruh bunga dibayarkan olehnya termasuk dalam biaya produksinya dan kembali kepadanya melalui harga-harga yang dinaikkan. 
Akibat berikutnya dalam kasus ini adalah seluruh profit dari big enterprises dihasilkan melalui orang-orang yang input finansial miliknya tidak lebih dari 10% dari total investasi, sementara orang-orang yang kontribusi finansialnya sebesar 90% tidak mendapatkan apa-apa dalam term realnya, karena jumlah interest yang diberikan kepada mereka sering dibayarkan kembali oleh big entreprises melalui kenaikan harga-harga produk, dan oleh karena itu dalam sejumlah kasus return yang diterimanya menjadi negatif dalam real term.
Seseorang dapat membayangkan seberapa jauh interest-based borrowing telah berkontribusi kepada ketidakadilan yang parah yang telah ditemukan dalam sistem distribusi kita, dan seberapa besar ketidakadilan yang dibawa oleh modern commercial interest kepada seluruh masyarakat seperti perbandingan terhadap interest yang dikenakan pada old consumption loans yang dipengaruhi hanya oleh beberapa individu. Bukankah interest-based system sekarang bekerja menyokong si kaya dan membunuh si miskin seperti dijelaskan dengan ringkas oleh James Robertson: “peran bunga yang dapat menembus sistem ekonomi mengakibatkan transfer sistematik uang dari orang yang lemah kepada orang yang mempunyai lebih. Sekali lagi transfer sumber daya-sumber daya ini dari si miskin kepada si kaya telah dibuat jelas dengan sangat mengejutkan oleh krisis hutang dunia ketiga.
Hal ini sebagian karena orang-orang yang mempunyai uang lebih meminjamkan uangnya kemudian mendapatkan bunga dari orang-orang yang tidak mempunyai uang; dan sebagian lagi karena orang-orang yang tidak mempunyai uang harus meminjam lebih; dan juga sebagian karena cost dari pembayaran bunga yang sekarang berbentuk elemen substansial dalam biaya seluruh barang dan jasa, dan kebutuhan barang dan jasa lebih besar dalam pembiayaan orang kaya.
Ketika kita melihat pada sistem uang dan kita memikirkan bagaimana uang dapat ditandai kembali untuk mengeluarkan fungsinya secara adil dan efisien sebagai bagian dari pemberlakukan dan penghematan ekonomi, argumen bagi sistem uang bebas bunga bebas inflasi selama 21 abad nampaknya menjadi kuat.” Penulis yang sama dalam buku yang lain mengomentari: “transfer revenue dari orang miskin ke orang kaya, dari tempat orang miskin ke tempat orang kaya, dan dari negara miskin ke negara kaya oleh uang dan sistem keuangan adalah salah satu sebab transfer sistematis kekayaan dari miskin kepada kaya dengan jalan/caranya adalah pembayaran interest.

(d) Ekspansi uang artificial (artificial money) dan inflasi. Karena pinjaman yang menanggung bunga tidak mempunyai hubungan yang spesifik dengan produksi sebenarnya, dan financier, setelah nampak collateral yang kuat, biasanya tidak mempunyai perhatian bagaimana dana-dana digunakan oleh borrower, permintaan uang dipengaruhi melalui bank dan institusi keuangan yang tidak mempunyai nexus dengan barang dan jasa yang diproduksi secara pasti. Tentu ini menciftakan masalah yang tak sebanding antara supply uang dan produksi barang dan jasa.
            Jelas hal ini merupakan salah satu faktor yang menciftakan atau menjadi ‘bahan bakar’ inflasi. Fenomena ini menjengkelkan hati pada keadaan yang lebih buruk dengan diketahui karakteristik dari bank-bank modern yang umumnya diistilahkan sebagai ‘money creation’. Bahkan buku-buku utama dari ekonomi biasanya menjelaskan bagaimana bank menciftkan uang. Rupanya fungsi bank yang menakjubkan ini kadang-kadang menjadi salah satu faktor dorongan produksi dan membawa kesejahteraan. Tetapi ilusi dari konsep ini jarang diperkenalkan oleh perbankan modern.
            Orang-orang yang telah menggunakan deposito koin emas mereka dengan mempercayainya, dan mereka telah menggunakan koin tersebut untuk menerbitkan tanda terima kepada para deposan. Agar prosesnya sederhana, tukang emas (goldsmith) telah memulai mengeluarkan tanda penerimaan pembawa yang secara gradual terjadi di tempat pembuatan koin emas dan orang-orang memulai penyelesaian liabilitas mereka. Ketika tanda terima ini diperoleh luas di pasar, hanya bagian kecil dari para deposan dan pembawa datang kepada tukang emas untuk meminta emas sebenarnya.
            Pada point ini tukang emas mulai meminjamkan beberapa dari emas yang didepositokan secara rahasia dan telah memulai mendapatkan bunga dari loan ini. Setelah beberapa waktu, para tukang emas ini menutupi bahwa mereka dapat mencetak lebih banyak uang (sertifikat deposito emas kertas) daripada mendepositokannya dan mereka dapat meminjamkan keluar tambahan uang ini dengan bunga. Jadi mereka telah melakukan dan ini adalah lahirnya ‘money creation’ atau ‘fractional reserve lending’ yang berarti meminjamkan banyak uang daripada seseorang mempunyai cadangan untuk depositonya. Dalam hal ini para tukang emas, setelah menjadi lebih percaya diri, mulai menurunkan reserve requirment dan menaikan persentase kredit penciftaan uang sendiri, dan digunakan untuk pinjaman empat, lima bahkan sepuluh kali lebih sertifikat emas.
            Pada mulanya, tindakan ini hanya penyalahgunaan kepercayaan, dan sebuah penipuan belaka yang merupakan bagian dari tukang emas yang tidak dijamin oleh beberapa norma persamaan, keadilan dan kejujuran. Justru yang terjadi adalah pemalsuan dan perebutan kekuasaan otoritas untuk mengeluarkan uang.  Tetapi lama kelamaan, praktek kecurangan ini kembali pada praktik standar sesuai mode terakhir dari bank modern atas sistem ‘fractional reserve’. Bagaimana para bankir dan pengubah uang telah sukses dalam melegalkan the creation of money oleh bank-bank swasta, meskipun oposisi yang kuat dari beberapa pengambil kebijakan Inggris dan Amerika, dan bagaimana Rothchilds telah membutuhkan keuangan yang mengagumkan atas seluruh negara Eropa dan Rockfeller atas seluruh Amerika adalah sebuah sejarah yang panjang, sekarang telah hilang dalam kabut beberapa teori yang dikembangkan untuk mendukung konsep money creation oleh perbankan swasta. Tetapi akibat dari ini adalah bahwa bank-bank modern sedang menciftakan uang.
            Mereka diizinkan untuk memberikan loan dalam jumlah sepuluh kali lebih dari pada dana keseluruhan deposito. Koin dan surat berharga dikeluarkan oleh pemerintah seperti uang asli dan uang yang bebas hutang sekarang mempunyai proporsi yang signifikan dalam keseluruhan uang dalam sirkulasi, yang terbanyak adalah uang artifisialy diciftakan oleh perbankan. Proporsi penerbitan uang real oleh pemerintah telah turun secara konstan di banyak negara, disaat proporsi artificial money yang diciftakan oleh perbankan naik.
            Pinjaman-pinjamaan spiral telah dibangun atas loan yang sekarang merupakan bagian utama dari supply uang. Mengambil contoh di Inggris yang menurut statistik 1997 jumlah stok uang dinegara itu 680 milyar pound dan dari jumlah itu hanya 25 milyar pound yang dikeluarkan oleh pemerintah berbentuk koin dan kertas. Sisanya diciftakan oleh perbankan. Ini berarti uang yang bebas hutang hanya menyisakan 3.6% dari seluruh supply uang sementara 96.4% tidak ada apa-apanya tetapi hanya penciftaan gelembung oleh perbankan (buble created). Bubble ini tumbuh dan berkembang setiap tahun.
            Hal yang hampir sama terjadi di Amerika. Patrick S.J Carmack dan Bill Still mengamati sebagai berikut: “ Kenapa diatas kepala kita didalamnya ‘ada hutang’? karena kita bekerja dibawah sistem uang  hutang (debt money system) seluruh uang kita diciftakan dalam pararel dengan kuantitas hutang yang ekuivalen, yaitu ditandai dan dikontrol oleh perbankan swasta demi keuntungan mereka. Mereka menciftakan uang dan meminjamkannya dengan bunga dan kita mendapatkan hutang. Jadi, meskipun perbankan tidak menciftakan mata uang, mereka malah menciftakan cheque-book money. Buktinya, lebih dari satu milyar dollar dari penciftaan uang ini secara khusus telah digunakan untuk pembelian saham-saham Amerika pada pasar terbuka, yang disediakan oleh perbankan dengan hampir 50 deposan. Dalam hal ini melalui fractional reserve lending, perbankan menciftakan jauh lebih dari 90% dari uang dan oleh karena itu pula menyebabkan inflasi lebih dari 90%”. Kesimpulan seluruh situasi yang mengejutkan ini dihadapi oleh seluruh dunia yang hari ini adalah hasil pemberlakuan sistem keuangan berdasarkan bunga sebuah kekuatan tak terkendalikan yang merajalela ekonomi. Dapatkah seseorang masih meminta dengan keras bahwa ketakutan univesal yang dibawa oleh bunga komersial jauh lebih besar dari pinjaman bunga individu yang keterlaluan yang digunakan untuk mempengaruhi hanya beberapa individu.

0 comments:

Post a Comment