Sunday, November 11, 2012

‘Ya ukhtil karimah insya Allah naltaqi amama babil jannah. (Duhai saudaraku semoga kita bisa berjumpa di depan pintu surga kelak’)

Janganlah kamu merasa kecil diri, lalu kamu samakan dirimu dengan orang lain. Atau kamu tempuh dalam dakwah ini jalan yang bukan jalan kaum mukminin. Atau kamu bandingkan dakwahmu yang cahayanya diambil dari cahaya Allah dan manhajnya diserap dari sunnah Rasul-Nya dengan dakwah-dakwah lainnya yang terbentuk oleh berbagai kepentingan lalu bubar begitu saja dengan berlalunya waktu dan terjadinya berbagai peristiwa. Kuncinya adalah Tsabat dalam jalan dakwah ini’. Kalau begitu bagaimana bangunan tsabat yang kita miliki?
(Imam Syahid Hasan Al- Bana)

Ikhwah, mari kita tengok kembali perjalanan dakwah kita saat ini, ternyata dakwah kita saat ini sedang mengalami fase – fase yang tidak mengenakkan. Diserang dari udara, darat, air, dan dari segala penjuru mata angin. Dengan berbagai isu yang menerpa, berbagai cobaan, godaan yang senantiasa menghampiri aktivitas dakwah kita hari ini, baik ditingkat Negara, maupun sampai yang terkecil ditingkat kampus, semuanya tak lepas dari tantangan, rintangan, godaan, rayuan, yang seperti tak kenal henti untuk terus menerpa, menghantui, mengganggu setiap aktivitas dakwah yang kita lakukan. Tetapi ikhwah, benar apa yang pernah disampaikan oleh Ustadz Lutfi Hassan dalam sebuah forum, bahwa jamaah dakwah kita ini adalah ibarat gadis cantik, banyak yang menggoda, merayu, mengganggunya, dan si gadis cantik akan semakin mempercantik dirinya. Wajar kalau sekarang ini banyak tantangan, godaan yang menghadang, karena ini adalah merupakan karakteristik dakwah ini, banyak rintangannya, sedikit pengikutnya.

Akhi, lalu kemudian mari kita buka kembali lembaran – lembaran materi tarbiyah yang dulu pernah disampaikan oleh murobbi kita, tentang keteguhan hati, rukun ke tujuh, tsabat. Barangkali rukun ini perlu kita renungi kembali sebagai sebuah keniscayaan yang harus kita miliki. Karena tsabat akan menguatkan kita dalam kondisi apapun. Tsabat adalah teguh pendirian dan tegar dalam menghadapi ujian serta cobaan di jalan kebenaran. Tsabat bagai benteng bagi seorang kader. Ia sebagai daya tahan dan pantang menyerah. Ketahanan diri atas berbagai hal yang merintanginya. Hingga ia mendapatkan cita-citanya atau mati dalam keadaan mulia karena tetap konsisten di jalan-Nya.

Ikhwah, sedikit mereview makna tsabat dalam Majmu’atur Rasail, Imam Hasan Al Banna menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tsabat adalah orang yang senantiasa bekerja dan berjuang di jalan dakwah yang amat panjang sampai ia kembali kepada Allah SWT. dengan kemenangan, baik kemenangan di dunia ataupun mati syahid.

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah SWT. maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya”. (Al- Ahzab: 23).

Sesungguhnya jalan hidup yang kita lalui ini adalah jalan yang tidak sederhana. Jauh, panjang dan penuh liku apalagi jalan dakwah yang kita tempuh saat ini. Ia jalan yang panjang dan ditaburi dengan halangan dan rintangan, rayuan dan godaan. Karena itu dakwah ini sangat memerlukan orang-orang yang memiliki muwashafat ‘aliyah, yakni orang-orang yang berjiwa ikhlas, itqan (profesional) dalam bekerja, berjuang dan beramal serta orang-orang yang tahan akan berbagai tekanan. Dengan modal itu mereka sampai pada harapan dan cita-citanya.

Ikhwah, seperti kita pahami bersama, bahwa dakwah ini juga senantiasa menghadapi musuh-musuhnya di setiap masa dan zaman sesuai dengan kondisinya masing-masing. Tentu mereka sangat tidak menginginkan dakwah ini tumbuh dan berkembang. Sehingga mereka berupaya untuk memangkas pertumbuhan dakwah atau mematikannya. Sebab dengan tumbuhnya dakwah akan bertabrakan dengan kepentingan hidup mereka. Oleh karena itu dakwah ini membutuhkan pengembannya yang berjiwa teguh menghadapi perjalanan yang panjang dan penuh lika-liku serta musuh-musuhnya. Merekalah orang-orang yang mempunyai ketahanan daya juang yang kokoh.

Untuk contoh ini, mari kita belajar dari mereka. Rasululullah dan sahabat, serta para muassis dakwah ini, ketika berjuang menegakkan kalimatullah. Kita bisa melihat ketsabatan Rasulullah SAW. Ketika beliau mendapatkan tawaran menggiurkan untuk meninggalkan dakwah Islam tentunya dengan imbalan. Imbalan kekuasaan, kekayaan atau wanita. Tetapi dengan tegar beliau menampik dan berkata dengan ungkapan penuh keyakinannya kepada Allah SWT. Demikian pula para sahabatnya ketika menjumpai ujian dan cobaan dakwah, mereka tidak pernah bergeser sedikitpun langkah dan jiwanya. Malah semakin mantap komitmen mereka pada jalan Islam ini. Ka’ab bin Malik pernah ditawari Raja Ghassan untuk menetap di wilayahnya dan mendapatkan kedudukan yang menggiurkan. Tapi semua itu ditolaknya sebab hal itu justru akan menimbulkan mudharat yang jauh lebih besar lagi.

Demikian pula kita merasakan ketegaran Imam Hasan Al Banna dalam menghadapi tribulasi dakwahnya. Ia terus bersabar dan bertahan. Meski akhirnya ia pun menemui Rabbnya dengan berondongan senajata api. Dan Sayyid Quthb yang menerima eksekusi mati dengan jiwa yang lapang lantaran aqidah dan menguatkan sikapnya berhadapan dengan tiang gantungan. Beliau dengan yakin menyatakan kepada saudara perempuannya, ‘Ya ukhtil karimah insya Allah naltaqi amama babil jannah. (Duhai saudaraku semoga kita bisa berjumpa di depan pintu surga kelak’).

Ikhwah, setelah melihat beberapa teladan dalam sikap tsabat tersebut, mari kita pahami, kemudian kita miliki sikap tersebut dalam amal – amal dakwah kita. (Al Istiqamah alal Huda). Berpegang teguh pada ketaqwaan dan kebenaran hakiki, tidak mudah terbujuk oleh bisikan nafsu rendah dirinya sekalipun. Sehingga diri kukuh untuk memegang janji dan komitmen pada nilai-nilai kesucian. Ia tidak memiliki keinginan sedikit dan sekejap pun untuk menyimpang lalu mengikuti kecenderungan hina dan tipu muslihat setan durjana. Dan sikap ini harus terus diri’ayah dengan taujihat dan tarbawiyah sehingga tetap bersemayam dalam sanubari yang paling dalam. Dengan bekalan itu seorang kader dapat bertahan berada di jalan dakwah ini.

 “Duhai pemilik hati, wahai pembolak balik jiwa, teguhkanlah hati dan jiwa kami untuk senantiasa berpegang teguh pada agama-Mu dan ketaatan di jalan-Mu”.

0 comments:

Post a Comment